Minggu, 06 Desember 2015

Pendidikan Karakter



Pendidikan Karakter
            Berbagai devinisi mengenai pendidikan secara umum sangatlah luas dan beragam. Menurut Hasan Langgulung pengertian pendidikan dapat ditinjau dari dua segi, yaitu sudut pandang masyarakat dan sudut pandang individu. Sedangkan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 Pasal 1 butir 1, pendidikan adalah: “ Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhalak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
            Orangtua yang terlalu obsesi terhadap anaknya untuk mampu menguasai hal yang mereka inginkan termasuk membaca, menulis dan berhitung (CALISTUNG) bahkan memberikan memasukkan anaknya untuk ikut berbagai les bakat seperti les piano, les menggambar, les tari dan les yang mengajarkan baca, tulis, hitung. Bahkan sampai jenjang pendidikan lebih lanjut anak dituntut untuk mendapatkan nilai yang bagus. Hal ini akhirnya menyebabkan anak akan melakukan segala cara demi mendapatkan nilai yang bagus tersebut termasuk menyontek. merasa bosan dan akhirnya malas belajar atau bahkan trauma akan pendidikan. Ditambah dengan guru yang mengajar bukan mendidik alias guru hanya melunturkan kewajibannya dan tidak mengamati anak didiknya,
Begitulah gambaran pendidikan pada saat ini. Pendidikan yang hanya sebatas pemahaman akan pengetahuan yang dilihat dari besarnya nilai ulangan, tidak peduli bagaimana proses mendapatkannya. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan rusaknya karakter anak. Dewasa nanti akan terlihat dampaknya, akan banyak anak yang dewasanya menjadi koruptor, penipu dan dampak mengerikan lainnya. Solusi untuk mengatasi pendidikan yang seperti ini adalah pendidikan karakter.
            Dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karater (2010) disebutkan bahwa pendidikan karakter adalah “pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, dan pendidikan akhlak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
            Menurut Ratna Megawati (2004:95), pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Defini yang lain dikemukakan oleh Fakry Gaffar (2010:1), pendidikan karakter adalah sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkannya dalam kepribadian seseorang, sehingga menjadi satu dalam prilaku kehidupan orang itu.
            Dari berbagai devinisi pendidikan karakter tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan seharusnya bukan hanya kegiatan transformasi pengetahuan, serta bukannya hanya melatih kemampuan anak dalam hal baca, tulis, hitung. Sudah seharusnya pendidikan karakter diterapkan sejak dini untuk menyelamatkan generasi anak bangsa. Menyelamatkan karakter serta moral anak yang nantinya akan menggantikan perjuangan memajukan bangsa dan agama generasi selanjutnya.
            Mengapa pendidikan karakter butuh diterapkan sejak dini? Thomas Licknona mengatakan, “ A child is the only known substance from which a responsible adult can be made”. “ Seorang anak adalah satu-satunya “bahan bangunan” yang diketahui dapat membentuk seorang dewasa yang bertanggung jawab”. Ungkapan tersebut sudah menunjukkan bahwa pembentukan karakter harus dimulai sejak kecil.
            Dimanakah anak mendapatkan pendidikan karakter?
1.      Pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga.
Ada sebuah teori dalam ilmu sosiologi tentang pentingnya institusi keluarga dalam menentukan maju atau tidaknya sebuah bangsa, yaitu “ family is the fundamental unit of society” (keluarga adala unit yang penting sekali dalam masyarakat). Hal ini menandakan bahwa keluarga haruslah kokoh dalam mendidik anggotanya termasuk anak karena kelurga merupakan bagian dari masyarakat sehingga apabila institusi keluarga lemah maka akan muncul masalah di dalam masyarakat.
Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak dalam merasakan pendidikan. Hampir seluruh waktunya anak habiskan dalam rumah (keluarga), sehingga apa yang anak lihat dan dapatkan akan anak serap dan akan melekat dalam diri anak yang nantinya akan anak tiru sebagai contoh. Mengacu pada teori Brofenbrenner, seorang anak dalam proses tumbuh kembangnya dipengaruhi pertama dan langsung adalah oleh lingkungan keluarga, dan setelah itu oleh lingkungan di  luar keluarga, dari lingkungan mikro sampai makro. Apapun penyimpanan yang terjadi dalam proses pembentukan individu, adalah merupakan serangkaian hasil dari pengaruh keluarga dan lingkungan lainnya.
Keluarga harus menjalankan fungsinya dengan benar. Seperti dalam uraian did ala resolusi majelis umum PBB “keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera.” Didikan tersebut akan menjadi dasar bagi anak dalam bersosialisasi di masyarakat. Apabila didikan dalam keluarga sudah benar maka ketika anak bersinggungan dengan lingkungan yang seperti apapun, anak dapat memilah-milih antara yang benar dan salah sesuai dengan pemahaman anak dalam didikannya dalam keluarga.
            Menurut Thomas Lickona terdapat “Ten Big Ideas” dalam membentuk karakter dalam rumah:
a)      Moralitas penghormatan
b)      Perkembangan moralitas pengkormatan berjalan secara bertahap
c)      Mengajarkan prinsip saling menghormati
d)     Mengajarkan dengan contoh
e)      Mengajarkan dengan kata-kata
f)       Mendorong anak merefleksikan tindakannya
g)      Mengajarkan anak untuk mengemban tanggung jawab
h)      Keseimbangan antara kebebasan dan kontrol
i)        Cintai anak
j)        Mengajarkan moral dan menciptakan keluarga bahagia secara bersamaan

2.      Pendidikan karakter di sekolah
Mussie Hailu mengatakan bahwa People expect schools not only make children smart but to make them good, to turn out good citizens and leaders. Character education has that expectation (Orang berharap sekolah-sekolah tidak hanya dapat membuat anak-anak menjadi pintar tetapi juga untuk membuat mereka baik, yang kelak akan menjadikan mereka warganegara dan pemimpin yang baik. Pendidikan karakter dapat memberikan harapan tersebut).
Sekolah adalah tempat yang sangat stategis untuk pendidikan karakter, karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah. Sekolah merupakan rumah kedua bagi anak, karena anak mengahabiskan waktunya di sekolah setelah di rumah. Sehingga apa yang didapatkan anak di sekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya.
Seperti yang sudah dijelaskan di awal bahwa saat ini pendidikan tidak jauh-jauh dari orientasi dalam mendapatkan nilai yang bagus. Sehingga terjadi kesenjangan antara pengetahuan moral (cognition) dan perilaku (action). Awalnya mungkin menyontek merupakan hal biasa yang walapun melanggar agama lama kelamaan akan berkembang menjadi korupsi.
Sehingga pendidikan sekolah harus menerapkan pendidikan moral atau budi pekerti. Tujuan akhirnya adalah bagaimana manusia dapat berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah moral. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang RI (Nomer 4 Tahun 1950 jo Nomer 12 Tahun 1954, dan selanjutnya ditegaskan lagi dalam pasal 24 Nomer 2 Tahun 1989) tentang tujuan pendidikan di Indonesia. “Pendidikan Nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengambangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.






DAFTAR PUSTAKA
Megawangi, Ratna. 2007. Pendidikan Karakter. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation
Salahudin, Anas, dkk. 2013. Pendidikan Karakter: Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa. Bandung: Pustaka Setia
Syarbini, Amirulloh. 2012. Buku Pintar Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Karakter di Sekolah, Madrasah dan Rumah. Jakarta: as@-prima pustaka


2 komentar: