Pendidikan
Karakter
Berbagai
devinisi mengenai pendidikan secara umum sangatlah luas dan beragam. Menurut
Hasan Langgulung pengertian pendidikan dapat ditinjau dari dua segi, yaitu sudut
pandang masyarakat dan sudut pandang individu. Sedangkan menurut Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 Pasal 1 butir 1, pendidikan adalah:
“ Usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhalak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Orangtua
yang terlalu obsesi terhadap anaknya untuk mampu menguasai hal yang mereka inginkan
termasuk membaca, menulis dan berhitung (CALISTUNG) bahkan memberikan
memasukkan anaknya untuk ikut berbagai les bakat seperti les piano, les
menggambar, les tari dan les yang mengajarkan baca, tulis, hitung. Bahkan
sampai jenjang pendidikan lebih lanjut anak dituntut untuk mendapatkan nilai
yang bagus. Hal ini akhirnya menyebabkan anak akan melakukan segala cara demi
mendapatkan nilai yang bagus tersebut termasuk menyontek. merasa bosan dan
akhirnya malas belajar atau bahkan trauma akan pendidikan. Ditambah dengan guru
yang mengajar bukan mendidik alias guru hanya melunturkan kewajibannya dan
tidak mengamati anak didiknya,
Begitulah gambaran pendidikan pada saat ini.
Pendidikan yang hanya sebatas pemahaman akan pengetahuan yang dilihat dari
besarnya nilai ulangan, tidak peduli bagaimana proses mendapatkannya. Jika hal
ini dibiarkan akan menyebabkan rusaknya karakter anak. Dewasa nanti akan
terlihat dampaknya, akan banyak anak yang dewasanya menjadi koruptor, penipu
dan dampak mengerikan lainnya. Solusi untuk mengatasi pendidikan yang seperti
ini adalah pendidikan karakter.
Dalam
Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karater (2010) disebutkan bahwa pendidikan karakter
adalah “pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, dan
pendidikan akhlak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan
kebaikan itu dalam kehidupan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh
hati.
Menurut
Ratna Megawati (2004:95), pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik
anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang
positif kepada lingkungannya. Defini yang lain dikemukakan oleh Fakry Gaffar
(2010:1), pendidikan karakter adalah sebuah proses transformasi nilai-nilai
kehidupan untuk ditumbuhkembangkannya dalam kepribadian seseorang, sehingga
menjadi satu dalam prilaku kehidupan orang itu.
Dari
berbagai devinisi pendidikan karakter tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan
seharusnya bukan hanya kegiatan transformasi pengetahuan, serta bukannya hanya
melatih kemampuan anak dalam hal baca, tulis, hitung. Sudah seharusnya
pendidikan karakter diterapkan sejak dini untuk menyelamatkan generasi anak
bangsa. Menyelamatkan karakter serta moral anak yang nantinya akan menggantikan
perjuangan memajukan bangsa dan agama generasi selanjutnya.
Mengapa
pendidikan karakter butuh diterapkan sejak dini? Thomas Licknona mengatakan, “ A child is the only known substance from
which a responsible adult can be made”. “ Seorang anak adalah satu-satunya “bahan
bangunan” yang diketahui dapat membentuk seorang dewasa yang bertanggung jawab”.
Ungkapan tersebut sudah menunjukkan bahwa pembentukan karakter harus dimulai
sejak kecil.
Dimanakah
anak mendapatkan pendidikan karakter?
1.
Pendidikan
karakter dimulai dari dalam keluarga.
Ada sebuah teori dalam ilmu sosiologi tentang pentingnya
institusi keluarga dalam menentukan maju atau tidaknya sebuah bangsa, yaitu “ family is the fundamental unit of society”
(keluarga adala unit yang penting sekali dalam masyarakat). Hal ini menandakan
bahwa keluarga haruslah kokoh dalam mendidik anggotanya termasuk anak karena
kelurga merupakan bagian dari masyarakat sehingga apabila institusi keluarga
lemah maka akan muncul masalah di dalam masyarakat.
Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak dalam
merasakan pendidikan. Hampir seluruh waktunya anak habiskan dalam rumah
(keluarga), sehingga apa yang anak lihat dan dapatkan akan anak serap dan akan
melekat dalam diri anak yang nantinya akan anak tiru sebagai contoh. Mengacu
pada teori Brofenbrenner, seorang anak dalam proses tumbuh kembangnya
dipengaruhi pertama dan langsung adalah oleh lingkungan keluarga, dan setelah
itu oleh lingkungan di luar keluarga,
dari lingkungan mikro sampai makro. Apapun penyimpanan yang terjadi dalam
proses pembentukan individu, adalah merupakan serangkaian hasil dari pengaruh
keluarga dan lingkungan lainnya.
Keluarga harus menjalankan fungsinya dengan benar.
Seperti dalam uraian did ala resolusi majelis umum PBB “keluarga sebagai wahana
untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan
seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik,
serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga
sejahtera.” Didikan tersebut akan menjadi dasar bagi anak dalam bersosialisasi
di masyarakat. Apabila didikan dalam keluarga sudah benar maka ketika anak
bersinggungan dengan lingkungan yang seperti apapun, anak dapat memilah-milih
antara yang benar dan salah sesuai dengan pemahaman anak dalam didikannya dalam
keluarga.
Menurut
Thomas Lickona terdapat “Ten Big Ideas” dalam membentuk karakter dalam rumah:
a)
Moralitas penghormatan
b)
Perkembangan
moralitas pengkormatan berjalan secara bertahap
c)
Mengajarkan prinsip
saling menghormati
d)
Mengajarkan dengan
contoh
e)
Mengajarkan dengan
kata-kata
f)
Mendorong anak
merefleksikan tindakannya
g)
Mengajarkan anak
untuk mengemban tanggung jawab
h)
Keseimbangan antara
kebebasan dan kontrol
i)
Cintai anak
j)
Mengajarkan moral
dan menciptakan keluarga bahagia secara bersamaan
2.
Pendidikan
karakter di sekolah
Mussie Hailu mengatakan bahwa People expect schools
not only make children smart but to make them good, to turn out good citizens
and leaders. Character education has that expectation (Orang berharap
sekolah-sekolah tidak hanya dapat membuat anak-anak menjadi pintar tetapi juga
untuk membuat mereka baik, yang kelak akan menjadikan mereka warganegara dan
pemimpin yang baik. Pendidikan karakter dapat memberikan harapan tersebut).
Sekolah adalah tempat yang sangat stategis untuk
pendidikan karakter, karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam
pendidikan di sekolah. Sekolah merupakan rumah kedua bagi anak, karena anak
mengahabiskan waktunya di sekolah setelah di rumah. Sehingga apa yang
didapatkan anak di sekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya.
Seperti yang sudah dijelaskan di awal bahwa saat ini
pendidikan tidak jauh-jauh dari orientasi dalam mendapatkan nilai yang bagus.
Sehingga terjadi kesenjangan antara pengetahuan moral (cognition) dan perilaku (action).
Awalnya mungkin menyontek merupakan hal biasa yang walapun melanggar agama lama
kelamaan akan berkembang menjadi korupsi.
Sehingga pendidikan sekolah harus menerapkan
pendidikan moral atau budi pekerti. Tujuan akhirnya adalah bagaimana manusia
dapat berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah moral. Seperti yang tercantum
dalam Undang-Undang RI (Nomer 4 Tahun 1950 jo Nomer 12 Tahun 1954, dan
selanjutnya ditegaskan lagi dalam pasal 24 Nomer 2 Tahun 1989) tentang tujuan pendidikan
di Indonesia. “Pendidikan Nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengambangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
DAFTAR PUSTAKA
Megawangi, Ratna. 2007. Pendidikan Karakter. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation
Salahudin, Anas, dkk. 2013. Pendidikan Karakter: Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa.
Bandung: Pustaka Setia
Syarbini, Amirulloh. 2012. Buku Pintar Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Karakter di
Sekolah, Madrasah dan Rumah. Jakarta: as@-prima pustaka
Bagus
BalasHapusBagus
BalasHapus